Selasa, 20 Oktober 2015

Prompt #93 - Bukan Salah Cermin

Sumber


Prang!!


Cermin itu hancur berkeping-keping. Serpihannya berserakan di antara genangan darahku yang pekat. Denyut nyeri di tanganku tak kuhirau lagi. Puas sekali rasanya menghancurkan benda itu.


Setiap kali melihatnya, rasanya aku selalu melihat bayangan ibuku bersolek dengan dandanan yang membangkitkan nafsu. Bibirnya penuh gincu. Yang membuatku perih adalah karena kutahu tampilan kemayu itu bukanlah untuk bapakku yang tergolek sakit di kampung. 


“Ini uang untuk jajanmu di sekolah,” atau, “Ini buat beli buku pelajaran.” Selalu alasan itu yang membuatku menahan perasaan, menekan rasa malu, dan tak pernah bertanya-tanya dimana Ibu mencari kehangatan di malam-malam yang dingin itu.


“Nduk! Istighfar, Nduk!” teriakan histeris Simbah Putri menghentakku ke alam sadar. 


Samar kudengar suara lirih mendiang Ibu sesaat sebelum beliau berpulang, “Nduk, maafkanlah ibumu yang penuh dosa ini. Ibu hanya ingin agar kamu mendapatkan yang terbaik….” 


Saat itu tangannya yang kurus kering gemetar mengusap kepalaku, seakan-akan meminta doa, sebagai penebus dosanya kelak di alam kubur. Ibuku yang buta huruf yang selalu menyemangatiku belajar. Ibuku yang melemparkan dirinya ke bara api neraka untuk mengangkat derajatku setinggi-tingginya.


“Apa salah cermin itu, Nduk?” pertanyaan Simbah Putri seakan menohok jantungku.


Cermin itu tak pernah salah. Akulah yang salah memilih mengikuti jejak Ibu untuk mencari nafkah. Maafkan aku, Ibu.

Jumlah kata : 200 kata.

2 komentar:

  1. Ini si Mbah Putri hidupnya gini banget, punya anak dan cucu yang kerjaannya nggak bener semua. Hadeeh. Sedikit kontradiktif menurutku. Lalu apa alasan tokoh utama mengikuti jejak ibunya? Menghidupi simbah? 😨😨

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, dua ratus kata nampaknya tak cukup bisa menjelaskan semuanya ya, hehe....
      Thanks sudah komeng :)

      Hapus

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^